Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Kota Bandung akan diperpanjang, tapi ada pelonggaran di beberapa sektor.
Hal itu disampaikan Wali Kota Bandung, Oded M Danial, setelah mendapat arahan langsung dari Presiden Joko Widodo saat mengikuti rapat virtual, Senin (19/7/2021).
“Kemarin siang jam setengah 2 saya dapat arahan dari Pak Jokowi dan Pak Ma’ruf Amin, PPKM tetap dilanjut di Jawa-Bali,” kata Oded di Pendopo Kota Bandung, Selasa (20/7/2021).
Oded belum memberitahu berapa lama PPKM darurat ini diperpanjang. Namun ia mengungkapkan beberapa aturan akan dilonggarkan seperti jam operasional toko dan jadwal penutupan jalan.
Saat ini pembahasan lebih mendetail masih dikaji oleh Tim Satgas Covid-19 Kota Bandung. Oded juga sudah berkoordinasi dengan Kapolrestabes dan Dandim di Kota Bandung.
“Misalnya jam buka tutup, banyak masukan dari masyarakat yang tadinya tutup jam 7 malem nanti diperpanjang, jadi ada pelonggaran, tapi dengan catatan hanya take away, tidak boleh ada dine in karena yang berbahaya itu dine in-nya,” ungkap Oded.
Ia menegaskan sejumlah poin akan dievaluasi untuk acuan aturan di PPKM darurat tahap dua ini. Ia menyebut aturannya akan diadaptasi seperti sebelum PPKM darurat.
“Intinya dengan Kapolres, Dandim, kita akan coba evaluasi ke sebelum PPKM, tapi sedang dilihat mana yang rawan kerumunan,” jelasnya dikutip PRFM News.
PPKM Darurat Tidak Efektif
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Hermawan Saputra menyarankan PPKM Darurat tidak diperpanjang. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak efektif.
Ia mengatakan pemerintah harus kembali mengacu pada undang-undang yang ada terkait penanggulangan wabah. UU yang dimaksud oleh Hermawan adalah Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018.
“Seharusnya kita mengembalikan kepada UU itu sebagai acuan utama dan menjadi krusial ketika PPKM Darurat dinilai tidak efektif,” ucap Hermawan kepada CNN Indonesia, Senin (19/7).
Hermawan menilai, kebijakan PPKM Darurat banyak yang bolong. Salah satunya, kebijakan itu absen dalam memberikan jaminan kebutuhan pada masyarakat yang rentan secara ekonomi.
Meski ada beberapa program bantuan sosial dari pemerintah, namun itu tidak masuk ke dalam kebijakan PPKM Darurat secara resmi. Sehingga, kata Hermawan, ada ketidakjelasan dalam implementasi.
“Ini pun banyak sekali keluhan di lapangan ini belum terealisasi padahal PPKM Darurat sudah berjalan dua pekan,” ucap dia.
Berbeda dengan UU Kekarantinaan Kesehatan, Hermawan menyebut peraturan itu lebih baik. Sebab, dalam UU tersebut dikatakan setiap warga berhak mendapatkan jaminan kebutuhan selama karantina.
“Setiap orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina,” bunyi pasal 8 UU Kekarantinaan Kesehatan.
Hermawan menilai, itu menjadi salah satu pertimbangan kuat untuk diterapkannya UU Kekarantinaan Kesehatan. Ketimbang, memperpanjang PPKM Darurat.
“Kembali ke PSBB atau lockdown. Kalau PSBB sudah ada peraturan pemerintahnyanya (PP) nomor 21 tahun 2020 juga ada kewajiban juga memperkuat ekonomi lemah,” jelas Hermawan.
Ia menilai PPKM Darurat lemah secara hukum karena kebijakan itu dikeluarkan oleh menteri. Imbasnya, implementasi sulit direalisasikan dengan baik.
Hermawan menilai, kebijakan tersebut tak seketat dan sedetil UU Kekarantinaan Kesehatan
“Ya memang PPKM darurat tidak memberi ruang cukup kuat ya untuk implementasi di lapangan,” ucapnya.
“PPKM ini ‘kan dasar hukumnya agak lemah juga ya karena Instruksi Menteri dalam Negeri,” imbuhnya.
Terkait itu, Hermawan mengatakan pemerintah harus berani memutuskan kembali pada UU yang ada. Ia mengatakan hal itu harus dilakukan demi memutus mata rantai Covid-19
“Tentu dari perspektif epidemiologi, karantina wilayah sangat efektif memutus rantai Covid-19. Tetapi memang pemerintah harus siap memberikan bantuan dan dukungan, perlindungan pada masyarakat kecil, yang lemah,” jelasnya.*