Masjid Raya Al Jabbar Memang Belum Layak Dibuka

Masjid Raya Al Jabbar Memang Belum Layak Dibuka

Penutupan Masjid Raya Al Jabbar diperpanjang hingga 1 Ramadhan 1444 H atau 23 Maret 2023. Alasannya, Pemerintah Provinisi Jawa Barat memerlukan waktu lebih lama untuk penataan dan pemeliharaan.

Semula, Pemprov Jabar selaku pemilk Masjid Raya Al Jabbar menutup sementara masjid sejak 27 Februari hingga 13 Maret 2023. Dalihnya, penataan demi pelayanan lebih baik saat Ramadhan.

Masjid Raya Jawa Barat di Jl. Cimencrang No. 14 Gedebage, Kota Bandung, itu memang belum layak dibuka. Diresmikan 30 Desember 2022, Masjid Terapang di atas Danau Retensi Gedebage ini beroperasi atau dibuka tanpa ada Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) layaknya sebuah masjid.

Hingga perpanjangan penutupan 14-23 Maret 2023, DKM Masjid Raya Al Jabbar sebatas “formalitas” pimpinan –Ketua DKM Gubernur Jabar, Wakil Ketua DKM Wagub Jabar, dan Ketua Harian DKM Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar.

Faktanya, menurut pantauan Redaksi Bandung Aktual, sejak diresmikan Masjid Raya Al Jabbar diurus oleh Biro Kesra Jabar. Untuk shalat berjamaah sehari-hari, Biro Kesra Jabar menempatkan 4 orang muadzin dan imam shalat di Masjid Raya Al Jabbar secara bergantian.

Read More

Masyarakat yang ingin menggunakan Masjid Raya Al Jabbar untuk pengajian atau kajian, diarahkan menggunakan aplikasi Sapa Warga untuk daftar dan mendapatkan izin dari Biro Kesra.

Luar Masjid: PKL, Parkir, Keamanan

Urusan luar masjid, untuk keamanan Pemprov Jabar menempatkan Satuan Pengamanan (Satpam) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Urusan lalu lintas ditangani Dinas Perhubungan (Dishub).

Faktanya, parkir di Masjid Raya Al Jabbar selama ini ditangani “swasta”, yaitu warga sekitar Masjid Raya Al Jabbar. Urusan parkir Masjid Raya Al Jabbar belum dikelola secara profesional, misalnya oleh perusahaan perparkiran atau oleh Dishub Jabar.

Membeludaknya Pedang Kaki Lima (PKL) yang berkontribusi pada sampah dan kekumuhan kawasan masjid tampak tidak bisa dikendalikan Satpol PP dan Satpam. Faktanya, PKL itu dipungut “uang keamanan dan kebersihan” oleh “oknum” sehingga para PKL itu merasa bebas berjualan karena sudah bayar iuran.

Masalah PKL baru benar-benar diatasi oleh pasukan Babinsa (TNI) yang menjaga masjid. Area Masjid Raya Al Jabbar benar-benar bebas PKL dengan kehadiran tentara yang berjaga di area masjid. Hal itu karena tentara “tidak main mata” dengan PKL.

Akses Jalan

Ini masalah utama Masjid Raya Al Jabbar yang membuatnya belum layak dibuka untuk umum. Kemacetan lalu lintas selalu melanda jalan-jalan menuju Masjid Raya Al Jabbar saat pengunjung membeludak, terutama akhir pekan.

Selama ini akses jalan menuju Masjid Raya Al Jabbar adalah Jl. Cimencrang, Jl. Rancanumpang, dan Jl. Gedebage Selatan, serta dari arah Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA).

Kemacetan ini menyebabkan aktivitas dan mobilitas warga sekitar Masjid Raya Al Jabbar terganggu. Suara warga sekitar yang meminta Masjid Raya Al Jabbar ditutup hingga akses jalan memadai, kian ramai, bahkan sebagian warga berencana melakukan class action.

Sebuah forum warga bernama Forum Warga Rancanumpang-Cimencrang Bersatu bahkan sempat audiensi dengan DPRD Kota Bandung, untuk “mengadukan” masalah kemacetan sebagai dampak Masjid Raya Al Jabbar.

Usai mendengarkan keluhan warga, Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung, Khairullah, mengatakan keluhan kemacetan dikeluhkan hampir semua orang yang melintas ke Masjid Al Jabbar.

“Ada tamu dari luar kota mengeluh karena ketika ke wilayah Rancanumpang perginya dua jam, pulang empat jam, apalagi yang setiap hari, wajar protes,” ujar Khairul dikutip Kompas.

Khairul minta ke pemerintah provinsi agar menghentikan sementara aktivitas ke Masjid Al Jabbar, sebelum ada pelebaran jalan karena merugikan semua pihak.

Masjid Raya Al Jabbar memang belum layak dibuka, sebelum akses jalan dan manajemen masjid benar-benar siap!