Cium tangan adalah sebuah sikap yang menunjukkan kesopanan, kesantunan, rasa hormat, kekaguman atau bahkan kesetiaan seseorang kepada orang lain.
Cium tangan diawali oleh orang yang menerima salam, kemudian tangannya dipegang oleh orang tersebut, dan telapak tangannya menghadap ke bawah; atau diawali dengan orang yang memberikan salam, kemudian ia mengulurkan tangannya, dan tangan tersebut diterima dengan cara digenggam oleh orang yang ia beri salam.
Proses cium tangan diawali dengan agak membungkukan badan dan (sering secara simbolis) menyentuh buku-buku jari dengan bibirnya. Namun, bibir tidak benar-benar menyentuh tangan di dalam tradisi modern, terutama di lingkungan formal, di mana setiap gelagat intim atau romantis bisa menjadi sangat tidak pantas.
Gestur cium tangan ini sebentar, berlangsung kurang dari satu detik.
Di Indonesia, juga di Turki, Malaysia, Brunei, dan Filipina, cium tangan adalah cara yang umum untuk memberi salam atau menyapa orang-orang yang lebih tua, terutama kerabat terdekat (kedua orang tua, kakek-nenek, dan paman atau bibi) dan guru.
Di Indonesia, cium tangan yang dilakukan kepada orang tua atau guru dapat disebut sebagai salim. Kadang-kadang, setelah mencium tangan, penyium tangan akan menarik tangan ke dahinya mereka sendiri.
Manfaat Cium Tangan
Mengutip laman Kemendikbud, menurut Erikson, usia dini (0-3 tahun) merupakan tahap yang sangat penting untuk menanamkan perilaku-perilaku baik pada anak.
Pada usia ini menjadi tolok ukur bagaimana rasa percaya diri dan motorik anak akan berkembang. Sedangkan menurut Havighurst dalam buku Perkembangan Anak, salah satu tugas perkembangan anak pada usia lahir sampai 6 tahun adalah membentuk konsep sederhana mengenai kenyataan sosial dan fisik, serta berhubungan secara emosional dengan orang tua saudara kandung serta orang lain, dan orang tua merupakan objek sosial terdekat anak dimana anak akan meniru dan melakukan apa yang mereka lihat dari orangtuanya.
Salah satu kegiatan sederhana yang dapat menunjang itu semua adalah salim atau cium tangan. Berikut merupakan empat manfaat salim bagi tumbuh kembang anak yang harus Anda ketahui.
1. Menumbuhkan rasa hormat anak terhadap orang yang lebih tua.
Manfaat salim selain bentuk rasa sayang adalah untuk menghormati orang yang kita tuakan. Ketika anak melakukan kegiatan salim, dia akan belajar bahwa ada orang-orang yang harus mereka hormati selain orangtua, seperti kakak, kakek-nenek, paman-bibi, dan guru-guru.
Dari kegiatan ini anak-anak juga belajar tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan kepada orang yang lebih tua. Seperti, harus menggunakan kata ”permisi” saat lewat, menggunakan bahasa yang sopan saat bicara, dan tidak boleh berkata kasar ataupun berteriak.
2. Menambah kelekatan antara anak dan orang tua.
Istilah kelekatan pertama kali dikemukakan oleh seorang psikolog pada tahun 1958 bernama John Bowly. Dia mengatakan, kelekatan merupakan bentuk dari kebutuhan anak terhadap rasa aman, perasaan aman yang dihasilkan oleh kelekatan memiliki hubungan erat dengan pengembangan kreatifitas dan eksplorasi (terhadap lingkungan).
Menurut sebuah penelitian, anak yang memiliki kelekatan baik pada orangtuanya saat kecil, akan lebih mudah bergaul, lebih percaya diri, dan memilki hubungan sosial yang sehat saat mereka menginjak usia remaja.
Kebiasaan salim memerlukan kontak fisik dimana tangan saling menjabat dan bibir mencium tangan yang dituakan. Kegiatan itu menimbulkan rasa sayang dan rasa saling memiliki satu sama lain antara anak dan orang tua.
Hal ini juga berlaku bagi para guru terutama guru PAUD. Saat awal pembelajaran, guru selalu menunggu mereka di depan pintu sekolah dan menyambutnya dengan ramah. Saat anak-anak melakukan kebiasaan salim pada guru disekolah, akan timbul rasa percaya dan rasa aman terhadap guru bahwa guru mereka adalah orang yang harus dihormati dan yang akan selalu melindungi mereka saat di sekolah.
3. Mendeteksi keadaan tubuh anak.
Kegiatan salim adalah kegiatan yang membutuhkan kontak fisik. Menurut hasil penelitian Dian Wahyu Sri Lestari, penulis buku aktivitas anak dan guru Kelompok Bermain (KB) Wadas Kelir, saat anak salim secara tidak langsung kita sedang sedang mendeteksi keadaan fisik mereka.
Hal ini tentu saja karena saat salim melibatkan antara dua kulit yang akan saling merasakan suhu satu sama lain. Dengan demikian orang tua atau guru dapat menteksi perubahan suhu yang tidak biasa pada anak-anak.
Saat anak terbiasa salim kita akan hafal dengan suhu mereka. Apabila ada anak yang biasa bersuhu dingin dan tiba-tiba hangat, orangtua atau guru bisa langsung mengambil tindakan. Tentu saja perlu konfirmasi terlebih dahulu dengan anak yang bersangkutan, seperti menanyai, ”Sepertinya badanmu agak hangat hari ini, apakah kamu merasa pusing, Nak?”
Dengan menanyakan seperti ini anak-anak pun akan merasa lebih diperhatikan.
4. Meningkatkan perkembangan psikososial.
Perkembangan psikososial adalah perkembangan yang berkaitan dengan emosi seseorang dalam berhubungan dengan orang lain.
Kebiasaan salim adalah salah satu kegiatan sederhana yang dapat menunjang sikap psikososial anak ke arah yang lebih baik. Berdasarkan pengamatan terhadap peserta didik di KB Wadas Kelir, menunjukan anak-anak yang terbiasa salim atas kesadaran dirinya sendiri cenderung memiliki sikap yang mandiri dan selalu percaya diri.
Anak-anak tersebut saat pembelajaran selalu aktif dan mengamati keadaan sekitar, selalu bertanya pada hal-hal yang ingin diketahuinya, dan selalu menghormati bunda-bunda yang mengajar dengan mngucapkan kata ”tolong” saat meminta bantuan, ”Bunda, tolong dibukakan, ya”.
Selalu berucap ”maaf” setelah kegiatan pembelajaran pada bundanya seperti, ”Bunda maafkan saya ya,” dan sebagainya.
Itulah empat manfaat luar biasa yang dapat dirasakan saat anak biasa melakukan salim atau cium tangan kepada orangtua atau kepada orang yang lebih tua.*