Laswi, Kelompok Pejuang ‘Harimau Wanita’ Bandung Lawan Belanda

Laswi Pejuang Wanita Bandung

LASWI adalah nama salah satu jalan di Kota Bandung. Namun, siapa Laswi? Ia adalah nama kelompok pejuang perempuan Sunda di Kota Bandung. Laswi berperan dalam peristiwa Bandung Lautan Api.

Laswi adalah singkatan dari Laskar Wanita. Organisasi wanita yang hits pada masa revolusi ini dikenal sebagai kelompok perempuan yang gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan dan sering turun ke medan pertempuran.

Pengamat sejarah sekaligus jurnalis historia.id, Hendri Jo, menuturkan, keganasan Laswi di medan tempur membuat mereka dijuluki dengan sebutan “Maung Bikang: (Harimau Wanita).

Salah satu ‘Maung Bikang’ yang paling ‘gila’ adalah Willy.

“Anggota Laswi itu kalau turun ke pertempuran pasti saja ada darah yang tumpah. Bahkan Willy kalau sudah bertempur suka lupa diri,” ujar Hendri pada “Diskusi Bandung Zaman Perang”, Kamis (11/6/2020).

Hendri mengatakan, perempuan tersebut selalu merasa tidak sadarkan diri saat berperang. Ia secara tiba-tiba selalu berhasil masuk ke garis depan peperangan. Dengan pisau kecil di genggaman tangan, Willy tak henti-hentinya menyabet tubuh musuh.

“Meskipun kondisi peperangan itu sulit, Willy selalu berhasil selamat. Entah bagaimana caranya,” ujar Hendri dikutip Ayo Bandung.

Willy disebut-sebut berani membunuh prajurit Gurkha yang tergabung dalam NICA. Peristiwa tersebut sempat dipublikasikan di koran. Dalam berita, Willy dikatakan memenggal kepala prajurit NICA dengan samurai setelah menembaknya.

Kepala tersebut bahkan sempat dibawa ke hadapan Jendral Nasution sebagai bukti bahwa Willy telah berhasil membunuh tentara NICA. “Kepala itu dimasukkan ke dalam keresek,” ujar Hendri.

Dilansir dalam berbagai sumber, sebuah koran di Museum Brawijaya memperlihatkan foto Willy. Ia tampak sebagai gadis yang masih muda, berkulit putih, dan cantik. Laswi sendiri dilatih oleh Prajurit Pembela Tanah Air (PETA) dan beroperasi di Bandung Selatan.

Laswi hadir karena mereka menganggap wanita juga dapat bertempur di medan juang. Awalnya laskar ini terdiri dari 21 anggota, kemudian terus bertambah.

Tugasnya pun bermacam-macam, dari satuan tempur, penyelidik, palang merah, dan dapur umum.

Laswi hadir hadir dalam kondisi kekosongan kekuasaan Indonesia pasca sebulan Soekarno membacakan Proklamasi pada 75 tahun silam.

Rakyat Bandung bangkit melawan karena tersulut kedatangan pasukan Inggris yang membonceng Netherlands Indies Civil Administration (NICA).

Ragam gerakan dan laskar perjuangan di Bandung salah satunya Laswi. Pegiat Komunitas Aleut, Ariyono Wahyu Widjajadi alias Alex, menyebutkan, saat itu kelompok perjuangan spontan datang dari berbagai lini, baik dari latar belakang militer hingga rakyat sipil.

Dalam buku Semerbak Bunga di Bandung Raya, Haryoto Kunto menyebutkan, Laswi menjadi salah satu gerakan perjuangan perang era 1945-1946. Laswi andil dalam puncak pertempuran Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946.

Haryoto juga mengutip ragam informasi dari buku Siliwangi dari Masa ke Masa. Disebutkan, Laswi terbentuk tanggal 12 oktober 1945.

Laswi didirikan di Societeit (gedung pertemuan) Mardi Harjo yang saat ini ada di Jalan Otto Iskandardinata. Pencetusnya adalah nyonya atau istri dari Arudji Kartawinata, Sumarsih Subiyati alias Yati Arudji.

Arudji, Suami Yati, waktu itu menjabat sebagai TKR (Tentara Keamanan Rakyat) divisi III Jawa Barat, yang menjadi cikal bakal divisi Siliwangi.

Laswi menghadirkan pekik perempuan yang rela berjuang dalam melawan penjajah Belanda. Dalam pergerakannya, Laswi memiliki andil yang cukup besar dalam jalannya pergolakan yang terjadi pada zamannya.

Tak hanya terjun dalam medan perang, mereka juga aktif sebagai pasukan lini belakang yang peduli mempersiapkan logistik para pejuang yang turun di lapangan.

Dalam buku Saya Pilih Mengungsi, diceritakan Laswi ditugaskan mengurus berbagai keperluan di garis belakang seperti dapur umum, waktu pejuang mengungsi di Bandung Selatan.

Laswi telah melalui diskusi Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) yang saat itu beranggotakan banyak gerakan perjuangan rakyat Bandung.

Dalam rentang waktu 1945-1946, Laswi telah hadir dalam membantu logistik, kesehatan dan berperan sebagai palang merah saat itu. Laswi hadir sebagai pihak penyokong kebutuhan pangan para pejuang yang mengungsi akibat serangan tentara sekutu di berbagai titik kota.

Seperti pengungsian pada saat banjir Cikapundung 25 November 1945 yang menelan banyak korban dari masyarakat sipil. Kemudian Laswi juga hadir dalam aksi pengeboman Cicadas 14 Desember 1945, pengeboman ini meninggalkan lubang cukup besar di daerah Cicadas.

Kini Laswi diabadikan menjadi nama jalan yang melintang mulai dari perempatan Jalan Jenderal Gatot Soebroto hingga perempatan jalan Jenderal Ahmad Yani dan Jalan Martadinata.

Jalan Laswi Bandung

Selain di Kota Bandung, ada juga Jalan Laswi di Ciparay, Majalaya, yang terkait peristiwa Bandung Lautan Api.

“Sosok” Laswi dapat ditemukan dalam sebuah patung representasi perempuan membawa serdadu di kawasan jembatan rel kereta api Jalan Kebon Jukut, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Suniaraja, dan Jalan Stasiun Timur.

Dalam kawasan itu diapit dua patung, satu patung sosok anggota Laswi, sementara satu lainnya yakni patung tentara pelajar. (CNN)

 

Related posts