Geliat Prostitusi Online Bandung: VCS, Open BO, Bisyar

Geliat Prostitusi Online Bandung VCS BO Open BO
Foto Wanita di Tagar VCS dan BO Bandung di Twitter (Foto: Twitter)

PROSTITUSI di Kota Bandung masih berlangsung, termasuk prostitusi online. Melacak geliat prostitusi online Bandung sangat mudah. Di antaranya melalui media sosial Twitter.

Di sana, tagar #vcsbandung, #bobandung, atau #openbobandung mudah ditemui. Foto dan nomor WhatsApp tersedia jelas. Polisi juga bisa melacak dan menindaknya “dengan mudah” mengingat prostitusi hal terlarang.

Konten-konten cuitan berupa foto/gambar dan video dalam tagar-tagar tersebut juga melanggar UU ITE.

Kode-kode prostitusi online kian populer di kalanan warganet, khususnya pengguna Twitter. Ada VCS (Video Call Sex), BO (Booking Online), Open BO (Open Booking Online), Bisyar (Habis Pakai Bayar), dan sejenisnya.

Jaringan prostitusi online di Bandung pernah dibongkar polisi. Diberitakan CNN Indonesia, Polrestabes Bandung mengamankan empat perempuan yang diduga terlibat dalam jaringan prostitusi online.

Keempat orang tersebut berinisial IA, NA, SR dan FI. IA dan NA disebut berperan sebagai muncikari. Sedangkan SR dan FI merupakan pekerja seks komersial (PSK).

Read More

Menurut polisi, prostitusi online Bandung ini telah berjalan dua tahun. Polisi berhasil menangkap mereka di sebuah hotel dan apartemen di Kota Bandung.

Polisi menjelaskan, IA dan NA menjalankan aksinya melalui media sosial Twitter, aplikasi pesan singkat WhatsApp, dan Wechat.

Media sosial menjadi sarana promosi dan transaksi prostitusi online. Dilansir Pikiran Rakyat, penyedia dan mucikari prostitusi online di Kota Bandung diduga mengoleksi wanita-wanita untuk kemudian dijual kepada lelaki hidung belang dengan tarif Rp 1.5 juta.

Terungkap dalam sidang kasus dugaan prostitusi online di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, pengungkapan kasus ini berawal saat Polrestabes Bandung menerima informasi, Hotel Elcavana sering dijadikan tempat prostitusi.

Petugas menyelidiki dan melakukan penggerebekan di da kamar. Saat digerebek, didapati sepasang lelaki dan perempuan tengah telanjang. Keduanya hanya menggunakan handuk “siap melakukan persetubuhan”.

Di kamar lainnya, dapati seorang perempuan sedang menunggu tamu atau teman kencannya. Transaksi dilakukan melalui akun We Chat dan WhatsApp dengan tarif Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta untuk “sekali main”.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 296 KUHPidana Juncto Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHPidana dan pasal 506 KUHPidana Juncto Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHPidana.

stop prostitusi online bandung

Cara Menggaet Pelanggan dan Tarif

Cara mucikari prostitusi online Bandung menggaet pelanggannya antara lain dilansir merdeka. Modus operandi mereka terungkap saat tiga mucikari prostitusi online ditangkap jajaran Reskrim Polrestabes Bandung bersama Polsek Cinambo di salah satu hotel Jalan Asia Afrika Bandung.

Salah satunya mengaku memiliki 15 wanita beragam usia, untuk “disewakan” kepada pria hidung belang. Dia memanfaatkan fasilitas grup BlackBerry Messanger (BBM) yang saat itu lagi populer untuk berjualan. Wanita itu dipasang di foto disertakan tarif sewa.

Bagi yang ingin bertransaksi, pelanggan bisa menghubunginya via BBM. Dia meminta uang muka terlebih dulu yang besarannya mulai dari Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu.

Setelah ditunjukkan, baru kami bertransaksi. Nanti di tempat kencannya, pelanggan membayar langsung ke wanita yang dikencaninya.

Selain prostitusi online, prostitusi offline juga pernah diungkap Ayobandung. Laporan ini menunjukkan praktik prostitusi terang-terangan di Kota Bandung tetap berdenyut.

Selain di Saritem yang sudah ditutup tahun 2007, bisnis “esek-esek” mudah ditemui di pinggiran jalan kawasan setasiun Kota Bandung, Pasar Baru, hingga Cibadak.

Belasan Pekerja Seks Komersial (PSK) masih menjajakan dirinya setiap malam. Transaksi terbuka pun mudah dilihat.

Tepat di belakang setasiun atau pintu selatan menuju jalan masuk Paskal Hypersquare, dalam hitungan jari dan remang-remang cahaya lampu, mereka menunggu tamunya.

Dari beberapa negosiasi dengan PSK tersebut, mereka membuka harga mulai dari Rp350 ribu untuk short time. Harga tersebut sudah termasuk dengan biaya hotel kelas melati langganan mereka. Mereka tidak mematok harga mati, tamu masih bisa menawar harga.

Di kawasan Jl Kebon Jati sekitar Statsiun Hall yang lebih terang dan ramai, hanya dijumpai beberapa PSK saja.

Salah seorang PSK menawarkan harga Rp150 ribu. Harga tersebut “jatuh” setelah tawar menawar. Sebelumnya, wanita paruh baya ini membuka harga Rp300 ribu dengan catatan bermain di hotel. Namun harga jadi “turun” karena opsi bermain di kosan tempat tinggalnya.

Begitu juga dengan beberapa PSK yang mangkal di sepanjang Jl Otista Pasar Baru, harga yang ditawarkan tidak berbeda jauh.

Dalam menjalani profesinya, mereka ditemani beberapa pria yang bertugas untuk mengantar jemput selain menyelamatkan mereka ketika Satpol PP melakukan razia.

Menurut penjual nasi goreng di sekitar belakang stasiun kereta api, sebagian besar PSK yang mangkal di kawasan tersebut bukan orang Bandung. “Mereka pendatang dari Indramayu atau Subang,” katanya.

Pengamat sosial dari Universitas Padjadjaran, Sunyoto Usman, menjelaskan praktik prostitusi tetap berdenyut karena ada konsumen dan permintaan pasarnya besar. Ia menilai prostitusi sebagai bisnis menjanjikan dan para makelar bekerja sistemik dengan jaringan luas.

Hukum Prostitusi Online

Dilansir Hukum Online, PSK dan orang yang menggunakan jasa prostitusi tidak diancam dengan pidana karena perbuatan ini masuk dalam kategori victimless crime atau kejahatan tanpa korban.

Literatur hukum pidana tidak mengenal terminologi “prostitusi online”. Yang dikenal hanya istilah prostitusi atau pelacuran.

Online prostitution atau pelacuran yang dilakukan dalam jaringan (daring) merupakan suatu perbuatan berhubungan seksual dengan orang lain dengan menggunakan “transaksi” menggunakan media elektronik.

Kegiatan ini melibatkan paling tidak dua orang pihak, yaitu orang yang menggunakan jasa layanan seksual dan pemberi layanan seksual atau pekerja seks komersial (PSK).

Namun dalam kasus-kasus tertentu terlibat pula orang lain yang berperan untuk “memudahkan” atau memfasilitasi aktifitas pelacuran dalam jaringan (prostitusi online) tersebut yang mana kita mengenalnya dengan sebutan germo atau muncikari. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia, hanya orang yang “memudahkan” inilah yang dapat diancam dengan pidana.

Hal ini karena tujuan dari pada pasal-pasal dalam KUHP adalah untuk menghukum orang-orang yang pekerjaannya memudahkan, memfasilitasi dan mendapat keuntungan dari kegiatan pelacuran.

Masih menurut KUHP, PSK dan orang yang menggunakan jasa prostitusi tidak diancam dengan pidana karena perbuatan ini masuk dalam kategori kejahatan tanpa korban.

Dalam kegiatan prostitusi tidak dapat ditentukan siapa yang menjadi pelaku dan siapa yang menjadi korban. Terkecuali jika hubungan seksual tersebut dilakukan dengan paksaan baik dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, atau jika seseorang memaksa PSK melakukan hubungan seksual atau dengan tipu daya membuat seseorang terjerat dalam praktik prostitusi, atau pengguna jasa layanan seksual melakukannya dengan anak di bawah umur baik dengan paksaan maupun tanpa paksaan.

Perbuatan-perbuatan tersebut dapat dihukum karena melakukan perkosaan, perdagangan orang untuk tujuan ekspolitasi seksual, perbuatan cabul atau pelacuran anak.

Dalam situasi-situasi tersebut PSK dapat dikategorikan sebagai korban. Untuk kasus saat ini, yaitu dalam konteks prostitusi online, PSK dan pelanggannya bukan dipidana karena perbuatan hubungan seksual dalam kerangka prostitusi namun diancam dipidana dengan tuduhan menyebarkan muatan yang melanggar kesusilaan menurut sebagai mana diatur oleh UU ITE.

Kesusilaan yang dimaksud di sini adalah adat atau kebiasaan yang baik dalam hubungan antar anggota masyarakat yang berhubungan dengan seksualitas. Karena sifatnya yang demikian, maka perilaku dalam praktik prostitusi online yang dianggap melanggar UU ITE, bisa diancam hukum pidana.

Oorang yang diduga terlibat dalam kasus prostitusi online dan dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 506 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 1 tahun kurungan.

Adanya keterlibatan orang-orang dalam prostitusi online dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, dengan cara memudahkan atau mengadakan pelacuran yang mana orang-orang ini disebut sebagai muncikari dan dapat diancam dengan Pasal 296 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau denda maksimal Rp15 juta (dengan penyesuaian sesuai ketentuan dalam Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP).

Pasal 27 (1) UU ITE melarang setiap orang melakukan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Kesusilaan di sini maknanya adalah adat atau kebiasaan yang baik dalam hubungan antar anggota masyarakat, khususnya yang berhubungan dengan seksualitas (perkelaminan).

Perbuatan “mendistribusikan” dalam UU ITE tersebut didefinisikan sebagai kegiatan mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui Sistem Elektronik. Mentransmisikan sendiri didefinisikan sebagai kegiatan mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui Sistem Elektronik.

Setiap orang yang melanggar Pasal 27 UU ITE tersebut akan dikenai ancaman pidana seperti yang terdapat dalam Pasal 45 ayat (1) UU No. 19/2016 (sebagai perubahan terhadap UU No. 11/2008) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Mengapa dalam kasus tersebut pelaku dapat dikenai UU ITE? Karena pelaku dalam hal ini PSK dalam melakukan perbuatannya secara tidak langsung juga melakukan perbuatan lainnya yaitu mengirimkan atau menyebarkan informasi atau dokumen elektronik (baik berupa gambar atau tayangan video/rekaman) yang bermuatan kesusilaan melalui komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Dalam hal ini menurut pihak yang berwajib, pelaku mengirimkan konten (informasi, gambar, video, dsb) yang bermuatan kesusilaan kepada muncikari dan/atau calon/pengguna layanan seksual melalui pesan dengan platform sosial media yang hanya dapat dilakukan secara online dengan media elektronik.

Dengan demikian pelaku/PSK bukan diancam pidana karena perbuatan pelacuran yang dilakukannya (praktik prostitusinya) melainkan karena ia telah mengirimkan atau menyebarkan informasi atau dokumen elektronik yang bermuatan kesusilaan melalui media elektronik.*

 

Related posts